- Back to Home »
- Fenomena Astronomi »
- Badai Matahari
Menurut Pak Bambang S Tedjasukmana dari Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN), bahwa fenomena yang akan muncul pada sekitar
tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasar pada
pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di berbagai negara maju yang
sudah dilakukan sejak tahun 1960-an dan Indonesia oleh LAPAN telah
dilakukan sejak tahun 1975.
Badai Matahari = Flare dan CME
Masih
menurut ahli lain dari LAPAN, bahwa badai Matahari akan terjadi ketika
adanya flare dan Corona Mass Ejection (CME). Apa itu Flare..? Flare
adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dahsyatnya menyamai 66
juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Padahal bom atom yang dijatuhkan
Paul Tibbets, pilot pesawat Amerika Serikat (AS), B-29 Enola Gay,
Agustus 1945, telah merenggut sekitar 80.000 jiwa manusia. Berarti kalau
dikalikan 66 juta lagi, wouw…! Sedang CME adalah sejenis ledakan sangat
besar yang menyebabkan lontaran partikel2 berkecepatan tinggi yakni
sekitar 400 km/detik. wouw… Gangguan cuaca Matahari ini dapat
mempengaruhi kondisi muatan antariksa hingga mempengaruhi magnet Bumi,
selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang
mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS), dan
sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang
frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan
manusia, misal karena magnet Bumi terganggu, maka alat pacu jantung
juga akan terganggu. HP akan error, dan sms bakal ‘kiamat’ betul Dengan
skala sebenarnya, saya sketsakan kira2 Badai Matahari itu akan seperti
apa. Besar matahari hanya diambil sepersecuilnya, sementara Bumi sangat
penuh (meski masih sangat kecil) tampaknya. Bumi saja belum apa-apanya
bila dibanding sunspot yang warna hitam2 itu.
Persiapan menuju Kiamat 2012 itu
Dikatakan
para ahli bahwa dari Matahari, milyaran partikel alektron sampai ke
lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, Dampak dari serbuan dari
partikel elektron ini di kutub berlangsung beberapa hari. Selama itu,
bisa dilakukan langkah-langkah antisipasi untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan.
Mengantisipasi
munculnya badai antariksa itu, LAPAN tengah membangun Pusat Sistem
Pemantau Cuaca Antariksa Terpadu di pusat Pemanfaatan Sains Antariksa
LAPAN Bandung. Objek yang dipantau antara lain lapisan Ionosfer dan
geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh
pada Januari 2009 mendatang.
Langkah antisipasi LAPAN yang telah
dilakukan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena
dampak dari muncul badai antariksa ini, yakni Dephankam, TNI,Dephub,
PLN, dan Depkominfo, serta Pemda.
Saat ini pelatihan bagi aparat
pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini
telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal
radio. PLN harus melakukan sosialisasi ke masyarakat akan adanya
pemutusan berkala demi mengurangi dampak badai antariksa ini.
Penerbangan
dan pelayaran yang mengandalkan GPS sebagai sistem navigasihendaknya
menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi dalam memandu
tinggal landas atau pendaratan pesawatterbang.
Perubahan
densitas elektron akibat cuaca antariksa dapat mengubah kecepatan
gelombangradio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delay
propagasi pada sinyal GPS. Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada
penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada
satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga
mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tidak berfungsi lagi.
Saat
ini LAPAN telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan
frekuensi untuk menghadapi gangguan badai matahari tinggi untuk
komunikasi radio HF.